Kamis, 20 September 2012

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION) DALAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MATERI MENCERITAKAN TOKOH IDOLA PADA SISWA SMP KELAS VII SEMESTER 2


BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini berisi paparan tentang 1) latar belakang penelitian, 2) masalah penelitian, 3) tujuan penelitian, 4) manfaat hasil penelitian.

1.1 Latar Belakang
 Pendidikan nasional antara lain bertujuan mewujudkan learning society dimana setiap anggota masyarakat berhak mendapat pendidikan (education for all) dan menjadi pembelajar seumur hidup (long life education). Empat pilar pendidikan dari UNESCO, yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be (Delors, dkk.:1996). Implementasi dalam pembelajaran bahasa indonesia terlihat dalam pembelajaran dan penilaian yang sifatnya learning to know (fakta, konsep, dan prinsip), learning to do (language skill), learning to be (enjoy language), dan learning to live together (cooperative learning in language).
Khususnya pilar learning to live together menekankan pentingnya belajar memahami bahwa setiap orang hidup dalam suatu masyarakat terjadi interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Implikasi pilar ini terhadap pembelajaran bahasa indonesia, adalah memberi kesempatan kepada siswa agar bersedia bekerja  dan belajar bersama, saling menghargai pendapat orang lain, menerima pendapat berbeda, belajar mengemukakan dan sharing ideas dengan teman dalam melaksanakan tugas-tugas bahasa Indonesia, bersosialisasi dan berkomunikasi dalam konteks bahasa indonesia dengan teman lainnya.
Peranan  bahasa  sangat  penting  sebab  bahasa  adalah  alat  komunikasi, menarik perhatian, untuk membentuk serta mengembangkan nilai-nilai kehidupan. Menurut  Sabarti   Akhadiyah,  M.K.,  Maidar  G.  Arsjad,  Sakura  H.  Ridwan, Zulfahnur  Z.F.,  Mukti  U.S.  (1993:  2)  menyatakan  bahwa  bahasa  merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar.  Manusia berpikir tidak hanya dengan otaknya, dengan bahasa manusia menyampaikan hasil pemikiran atau penalaran, sikap serta perasaannya. Di samping itu peranan bahasa yang lebih penting ialah sebagai  alat  penerus  dan  pengembang kebudayaan.  Melalui  bahasa,  nilai-nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dengan menggunakan bahasa pula, ilmu dan teknologi dikembangkan.
Kemampuan   berbahasa merupakan   kemampuan yang   dimiliki   oleh manusia. Kemampuan inilah yang membedakan manusia dengan binatang, serta yang   memungkinkannya  untuk   berkembang.   Tanpa  bahasa  tidak   mungkin manusia dapat berfikir  lanjut serta mencapai kemajuan dalam teknologi seperti sekarang ini.
Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Tarigan, 1998:1). Setiap keterampilan mempunyai hubungan erat dengan keterampilan lainnya. Keterampilan-keterampilan tersebut hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktik dan latihan yang banyak.
Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, berbicara, memang harus dipelajari dengan serius karena manusia lebih banyak berkomunikasi bahasa lisan daripada bahasa tulis.  Seseorang dapat bertukar pikiran, perasaan, gagasan dan keinginannya melalui kegiatan berbicara, dengan demikian kegiatan berbicara dapat membangun hubungan mental emosional antara satu individu dengan individu lainnya. Dalam pembelajaran bahasa, harus mengajarkan atau melatih agar siswa dapat berbicara dengan baik dan benar, berbicara yang baik adalah berbicara yang sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan. Hal ini bertujuan supaya seseorang ketika berbicara dapat menyampaikan apa yang disampaikan secara jelas dan lawan bicaranya dapat menerima pesan tersebut secara jelas pula.
Realitanya, pembelajaran berbicara masih dianggap sebagai sesuatu pembelajaran yang mudah sehingga pembelajaran berbicara tidak dilakukan secara serius. Padahal pada kenyataannya di lapangan, masih banyak siswa yang kurang mampu mengekspresikan ide secara utuh melalui kegiatan berbicara. Siswa sering kali malu ketika diminta berbicara atau bercerita di depan kelas. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya penguasaan siswa akan topik yang dibahas atau karena luasnya topik bahasa sehingga siswa tidak mampu memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya, arah pembicaraan siswa kurang jelas dan inti dari bahasa tersebut tidak tersampaikan dengan baik. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa keterampilan berbicara siswa masih rendah. Hal ini jika didasarkan faktor di lapangan yang menyebabkan ada beberapa hal yang melatar belakangi tersebut, yaitu:
(1)   Siswa kurang berminat dalam kegiatan berbicara. Mereka masih kesulitan dalam menentukan batasan topik yang ingin disampaikan. Misalnya siswa ingin membicarakan masalah bencana alam atau tanah longsor, yang terjadi siswa akan berbicara terlalu panjang lebar (meluas) sehingga inti pembicaraan tidak tersampaikan.
(2)   Ketepatan siswa dalam menggunakan kata dan istilah masih kurang. Ketika siswa berbicara di depan kelas rasa gugup, grogi dan ketakutan keliru tentu saja ada. Sehingga kata yang seharusnya keluar diucapkan menjadi tersendat-sendat atau diulang-ulang.
(3)   Siswa kurang bisa memilih kata yang tepat dan selaras untuk mengungkapkan gagasan untuk memperoleh sesuatu yang diharapkan.
(4)   Dalam berbicara di depan kelas siswa kurang mampu mengorganisasi perkataannya sehingga pembicaraannya belum tepat sasaran.
(5)   Sikap ketika berbicara, dalam kegiatan berbicara siswa kelihatan tegang dan kurang rileks. Dengan situasi tersebut akan mempengaruhi mutu bicaranya (tuturannya).
Penyebab kesulitan berbicara di atas tidak terlepas dari akibat penggunaan metode dan media yang digunakan oleh guru. Metode mengajar guru yang masih konvensional membuat pembelajaran berbahasa menjadi sesuatu yang membosankan. Kurangnya pemafaatan media dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan kreatif. Kenyataan yang terjadi di lapangan, siswa mendengarkan ceramah guru mengenai teori kebahasaan termasuk di dalamnya teori berbicara, tetapi presentasi kegiatan praktiknya masih kurang. Hal itu juga karena guru kurang memberdayakan media pembelajaran yang ada dan tidak menggunakan media yang sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut diperlukan suatu pemecahan yang dirasa efektif untuk mengoptimalkan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP. Pemilihan  model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini, dengan asumsi bahwa akan terjadi peningkatan signifikan hasil belajar dan proses pembelajaran berbicara khususnya pada materi menceritakan tokoh idola.
Dalam hal ini akan digunakan media audio visual dalam pembelajaran berbicara dengan materi tokoh idola. Diasumsikan media audio visual adalah alat bantu pembelajaran yang mampu memperkonkret masalah yang dibicarakan. Dengan menggunakan media audio visual, diharapkan siswa mampu membicarakan masalah sesuai dengan apa yang dilihatnya, mampu meningkatkan daya kreasi dan motivasinya dalam pembelajaran berbicara.

1.2  Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah dibahas diatas, penulis mengidentifikasi masalah antara lain :
(1)   Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap proses pembelajaran berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya tahun pelajaran 2011/2012?
(2)   Bagaimanakah pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya tahun pelajaran 2011/2012?

1.3 Tujuan Penelitian
(1)    Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap proses pembelajaran berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya tahun pelajaran 2011/2012
(2)    Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya tahun pelajaran 2011/2012.

1.4  Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk dua kepentingan, yakni teoretis dan praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan khasanah keilmuan bidang pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak berikut.:
(1)   Bagi guru
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, guru dapat dengan baik menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola. Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan melibatkan aktivitas dan pengalaman belajar siswa melalui society learning dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
(2)   Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya dalam pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Di samping itu, penelitian ini dapat lebih dikembangkan khususnya aspek pembelajaran menceritakan tokoh idola atau pun penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.





















BAB II
KAJIAN TEORI

2. 1.  Keterampilan Berbicara
2. 1.1. Pengertian Keterampilan Berbicara
Tarigan (1981:15) mengemukakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. jika komunikasi berlangsung secara tatap muka ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara.
Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan (1990:149) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media  penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula.

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau penyimak.

2. 1.2 Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan, pembicara harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya. Tujuan umum berbicara menurut Tarigan (1990:149) terdapat lima golongan berikut ini:
a.    Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas, menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.
b.    Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: (a). menjelaskan suatu proses; (b). menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal; (c). memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan; (d). menjelaskan kaitan.
c.    Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
d.    Menggerakkan
Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.

2. 1. 3 Jenis-jenis Berbicara
Secara garis besar jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di muka umum dan berbicara pada konferensi. Tarigan (1981: 22-23) memasukkan beberapa kegiatan berbicara ke dalam kategori tersebut.
a.         Berbicara di Muka Umum
Jenis pembicaraan meliputi hal-hal berikut.
1)             Berbicara dalam situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif (informative speaking).
2)             Berbicara dalam situasi yang bersifat membujuk, mengajak, atau meyakinkan (persuasive speaking).
3)             Berbicara dalam situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberate speaking).
b.         Diskusi Kelompok
Berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan berikut ini.
1)   Kelompok resmi (formal)
2)   Kelompok tidak resmi (informal)
c.         Prosedur Parlementer
d.        Debat
Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat dapat diklasifikasikan atas tipe­tipe berikut ini.
1)   Debat parlementer atau majelis
2)   Debat pemeriksaan ulangan
3)   Debat formal, konvensional atau debat pendidikan

Pembagian di atas sudah jelas bahwa berbicara mempunyai ruang lingkup pendengar yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas, berarti ruang lingkupnya juga lebih luas. Sedangkan pada konferensi ruang lingkupnya terbatas.

2. 1. 4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berbicara
Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-20) mengemukakan bahwa untuk menjadi pembicara yang baik , seorang pembicara harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang harus diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi; ketepatan ucapan,  penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata, dan ketepatan sasaran kebahasaan. Faktor-faktor nonkebahasaan meliputi; sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara, kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak­ gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara. kelancaran, relevansi atau penalaran, dan penguasaan topik.
Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik yang bersifat kebahasaan maupun yang nonkebahasaan, keduanya tidak boleh diabaikan apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut harus dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan sistematis.

2.2  Pembelajaran Tokoh Idola
Menurut Dr. Sylvia Rimm dalam bukunya, "Why Brigh Kids Get Poor Grades", bahwa membentuk karakter anak sesuai keinginan tidak bisa dilepaskan dari peran  sesosok model yang bisa ditiru.
Idola adalah sumber inspirasi: Tidak bisa disangkal bahwa orang akan  terinspirasi menjadi orang besar hanya jika ia mengetahui kisah orang-orang yang telah berhasil menjadi besar. Jika siswa kita memiliki idola yang salah, maka. Tokoh idola tersebut akan membentuk karakter siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan anak.

2.3  Pembelajaran Kooperatif
2. 3.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Posamentier (1999,12) secara sederhana menyebutkan cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah tugas atau beberapa tugas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika siswa bekerja dalam kelompok adalah sebagai berikut :
a.       Setiap anggota dalam kelompok harus merasa bagian dari tim dalam pencapaian tujuan bersama.
b.      Setiap anggota dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok, berhasil atau gagal akan dirasakan oleh semua anggota kelompok.
c.       Untuk pencapaian tujuan kelompok, semua siswa harus bicara atau diskusi satu sama lain.
d.      Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok.
Oleh karena itu bukanlah suatu cooperative environment meskipun terdapat beberapa siswa duduk bersama akan tetapi bekerja secara individu dalam menyelesaikan tugas, atau seorang anggota kelompok menyelasaikan sendiri tugas kelompoknya. Pembelajaran kooperatif lebih merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatakan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Karena siswa dalam kelompok akan belajar untuk mendengarkan ide atau gagasan dari teman yang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju dengan pendapat orang lain, menyampaikan atau menerima kritikan yang membangun, serta siswa tidak merasa terbebani ketika ternyata pekerjaannya belum tepat atau masih salah.
Slavin (1991) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Pembelajaraan kooperatif merupakan metode pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil, membantu satu sama lain untuk mempelajari isi pelajaran.


Enam prinsip pembelajaran kooperatif menurut Robert E. Slavin adalah :
a.       Tujuan kelompok
b.      Tanggung jawab individu
c.       kesempatan bersama-sama untuk sukses
d.      Kompetisi antar team
e.       Tugas khusus
f.       Memperhatikan kebutuhan individu

Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Sehingga hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta adanya pengembangan ketrampilan sosial.

2.3.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran model koooperatif tipe STAD  merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Dimana model ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Metode ini paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh para peneliti pendidikan di John Hopkins Universitas Amerika Serikat dengan menyediakan suatu bentuk belajar kooperatif. Di dalamnya siswa diberi kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan
Dalam model pembelajaran ini, masing-masing kelompok beranggotakan 4 – 5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Edward (1989) dalam Isjoni (2009: 55) mengatakan kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989) mengemukakan, jumlah yang paling tepat menurut hasil penelitian Slavin adalah 4-6 orang. Soejadi (2000) mengemukakan jumlah anggota dalam suatu kelompok apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antara para anggotanya. Jadi, model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan ada kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana. Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu :
a.       Penyajian kelas
Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas. Penyajian kelas tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing.


b.      Kegiatan kelompok
Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
c.       Kuis (Quizzes)
Kuis adalah tes yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa setelah belajar kelompok. Hasil tes digunakan sebagai hasil perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan dan keberhasilan kelompok.
d.      Skor kemajuan (perkembangan) individu
Skor kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada beberapa jauh skor kuis terkini yang melampui rata-rata skor siswa yang lalu.
e.       Penghargaan kelompok
Penghargaan keompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok. Skor kemajuan kelompok diperoleh dengan mengumpulkan skor kemajuan masing-masing kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok.

2.3.3 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1995:17) diantaranya sebagai berikut:
1)      Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
2)      Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
3)      Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.
4)      Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

2.3.4 Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan-kekurangan, menurut diantaranya sebagai berikut:
1)      Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.
2)      Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3)      Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.
4)      Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.

2.2 Pembelajaran Menceritakan Tokoh Idola dengan Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD

Pada subbab sebelumnya telah dibahas kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, diasumsikan penerapan model tersebut dalam pembelajaran menceritakan tokoh idola dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam keterampilan menceritakan tokoh idola. Hal tersebut mengacu pada beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu:
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Titin Untari dari FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram dengan judul penelitian Meningkatkan Kemampuan Berbicara dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievment Division) pada Siswa Kelas V SD Negeri Petemon Tahun Pelajaran 2011/2012 diperoleh hasil bahwa model pembelajaran kooperatif STAD ternyata efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Petemon tahun pelajaran 2011/2012. Hal tersebut diindikasikan dengan rata-rata skor yang dicapai siswa mencapai peningkatan yang signifikan sebesar 11,29 (meningkat sebesar 4,18) jika dibanding dengan sebelum aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Hasil penelitian lain oleh Wasis Wiyanto, mahasiswa Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang dengan judul penelitian Peningkatan Kemampuan Menyampaikan Penjelasan Dengan Metode Student Teams Achievment Divisions (STAD) Pada Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 1 Bawang, menunjukkan bahwa Pengunaan Metode Student Teams Achievment Divisions pada pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan penjelasan. Dari hasil tes dapat diketahui kemampuan siswa dalam menyampaikan penjelasan dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 13,8%. Persentase tersebut berdasarkan nilai rata-rata tes pada siklus I sebesar 66,2 dan meningkat dengan nilai rata-rata 75 pada siklus II. Perilaku belajar siswa mengalami perubahan yang positif.
Siswa makin pro-aktif dalam kegiatan kelompok, aktif menemukan topik dalam artikel yang disajikan, dan lancar menyampaikan penjelasan menegenai topik yang dibahas. Selama proses pembelajaran siswa mampu mengatasi permasalahan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah diungkapkan tentang pengaruh positif penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar keterampilan berbicara, dapat diasumsikan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif dan berpengaruh positif terhadap proses pembelajaran dalam hal ini adalah aktivitas guru dan siswa dan hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara khususnya pada materi menceritakan tokoh idola.














BAB III
METODE PENELITIAN


Bab ini berisi paparan tentang 1) rancangan penelitian, 2) subjek penelitian, 3) data penelitian, 4) instrumen penelitian, 5) teknik pengumpulan data, dan 6) menentukan teknik analisis data. Keenam paparan tersebut dijabarkan sebagai berikut.

3.1  Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, diggunakan jenis penelitian praeksperimen dengan rancangan  penelitian kuantitatif praeksperimental.  Pemilihan jenis penelitian dan rancangan penelitian tersebut bertujuan menguji ada atau tidak pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola pada siswa SMP kelas VII. Jenis penelitian pra eksperimen merupakan penelitian semu yang digunakan untuk mengadakan penelitian dibidang pendidikan.

Menurut Arikunto (2002: 78), desain penelitian one group pre test post test adalah 01 X 02 dimana observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen. Eksperimen yang dilakukan sebelum intervensi (01) disebut pre test dan eksperimen yang dilakukan sesudah intervensi (02) yaitu disebut post test . Perbedaan antara (01) dan (02) yaitu diasumsikan sebagai efek dari eksperimen yang dilakukan atau pemberian treatment.



Dalam penelitian ini dapat dirumuskan rancangan penelitian sebagai berikut :

O1     X     O2
 
Gambar 3.1 Desain Penelitian
                                                                                     

Keterangan prosedur :
1)      O1 : Pretest untuk mengukur hasil belajar keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola pada siswa SMP kelas VII sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2)      X  : Treatment atau perlakuan pada subjek yang diberikan pada saat proses pembelajaran belajar keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola pada siswa SMP kelas VII.
3)      O2 : Posttest untuk mengukur hasil belajar keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola pada siswa SMP kelas VII sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Rancangan penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola pada siswa SMP kelas VII. Dalam pelaksanaannya dilakukan tiga kegiatan pembelajaran antara lain, 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) penilaian.
1)      Perencanaan
Perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran, fasilitas dan sarana pendukung, dan instrumen penelitian. Penyiapan perangkat pembelajaran terdiri atas penyusunan skenario pembelajaran yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penyiapan media pembelajaran, dan penyusunan materi pembelajaran. Penyusunan instrumen penelitian terdiri atas lembar pengamatan aktivitas guru, lembar pengamatan aktivitas siswa, lembar tes (LKS dan LP).
2)      Pelaksanaan
Tes dilaksanakan dengan tujuan siswa dapat menceritakan tokoh idola, meliputi identitas, keunggulan, alasan mengidolakan dan nilai teladan yang dapat di ambil dari tokoh idola .Tes ini dilakukan di dalam kelas selama 1 x jam pelajaran setelah materi pembelajaran tentang cara menceritakan tokoh idola diberikan.
3)      Penilaian
Kegiatan penilaian ini akan dilakukan ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan mengguanakan lembar observasi dan kuis individu yang telah dibuat oleh guru sebelum proses pembelajaran.
 
3.2    Subjek Penelitian
Adapun subyek dalam penelitian ini adalah…
1)      Siswa kelas VII semester dua di SMP Negeri 29 Surabaya
2)      Guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VII semester dua di SMP Negeri 29 Surabaya
3.3  Data Penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan adalah:
1)      Aktivitas guru ketika menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola pada siswa SMP kelas VII.
2)      Aktivitas siswa ketika menggunakan m odel pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola.
3)      Hasil belajar siswa setelah menggunakan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola

3.4    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan teknik nontes.  Adapun penjelasan rinci akan dibahas berikut ini:
3.4.1        Observasi
Observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai metode pendukung dalam memperoleh informasi dan data. Peneliti menggunakan metode observasi partisipatif dimana peneliti berinteraksi secara penuh saat proses pembelajaran dengan subjek penelitian. Tujuan menggunakan metode observasi yakni untuk mendapatkan data aktual mengenai aktivitas guru dan siswa saat pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3.4.2        Uji Kinerja
Uji kinerja digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan sikap siswa setelah diadakan proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola. Teknik nontes yang digunakan pada penelitian ini adalah penilaian kinerja keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola. Adapun bentuk instrument yang digunakan adalah uji petik kinerja dengan teknik penilaian individu mewakili kelompok. Tujuan menggunakan teknik penilaian kinerja yakni untuk mendapatkan data aktual mengenai Hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

3.5    Instrumen Penelitian
3.5.1 Lembar Observasi
Lembar Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama pengamatan yang dilakukan oleh observer pada kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
a)      Lembar Observasi Aktvitas Guru

Tabel 3.1 Lembar Observasi Aktivitas Guru
No
Aspek-aspek yang Diamati
Skala Nilai
Keterlaksanaan
1
2
3
4
Ya
Tidak
1
Guru melakukan pengecekan persiapan belajar siswa,ruang belajar siswa, dan media yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar






2
guru memberikan wawasan tentang pentingnya kompetensi dasar bercerita tokoh idola






3
Membimbing siswa dalam melaksanakan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD






4
Menganalisis dan mengevaluasi proses pembelajaran keterampilan berbicara tokoh idola






Jumlah








b)      Lembar Observasi Aktvitas Siswa

Tabel 3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa


No
Aspek-aspek yang diamati
Skala Nilai
Keterlaksanaan

1
2
3
4
Ya
Tidak

1
Siswa memberikan respon saat guru memberikan apersepsi







2
Siswa mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan oleh guru







3
Siswa mengerjakan LKS dan LP







4
Siswa berdiskusi dengan kelompok







5
Siswa  menggunakan model pembejaran kooperatif Tipe STAD







6
Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan pilihan kata yang sesuai






Jumlah






















3.5.2 Lembar Penilaian Kinerja
Tujuan menggunakan teknik penilaian kinerja yakni untuk mendapatkan data aktual mengenai Hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Tabel 3.3. Format Penilaian Untuk Menceritakan Tokoh Idola
           
No.
Aspek Yang Dinilai
Hasil Pengamatan
Catatan
D
C
B
A
1
Pilihan kata





2
Ekspresi yang tepat





3
Keruntutan cerita





4
Kelogisan cerita





5
Kepaduan cerita





6
Kejelasan bahasa





7
Vokal (kejelasan suara)





8
Penampilan







Keterangan:
D         = memerlukan perbaikan (1)
C         = menunjukkan kemajuan (2)
B         = memuaskan (3)
A         = sangat baik (4)

3.6    Analisis Data
3.6.1 Lembar Observasi

Untuk mengolah data berupa aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui lembar observasi, analisis data yang digunakan adalah menghitung rerata, yaitu.
 
Nilai Akhir: perolehan skor        x  skor ideal (100) =
                     Skor maksimal (16)


Gambar 3.2 Rumus Analisis Data untuk Menghitung Aktivitas Guru


 
Nilai Akhir: perolehan skor        x  skor ideal (100) =
                     Skor maksimal (24)


Gambar 3.3 Rumus Analisis Data untuk Menghitung Aktivitas Siswa


3.5.2 Lembar Penilaian Kinerja
Untuk mengolah data berupa lembar penilaian kinerja untuk mengukur hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, analisis data yang digunakan adalah menghitung rerata, yaitu


 
Nilai Akhir: perolehan skor        x  skor ideal (100) =
                  Skor maksimal (32)


Gambar 3.4 Rumus Analisis Data untuk Menghitung Kinerja Siswa dalam Keterampilan Berbicara



















BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pentingnya Pembelajaran Keterampilan Berbicara pada Siswa
Tarigan (1990:149) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media  penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula. Pentingnya keterampilan berbicara untuk dilatihkan pada siswa agar siswa dapat menjadi pembicara yang handal. Disamping itu, pengajaran keterampilan berbicara sebagai penunjang keterampilan berbahasa lainnya.

4. 2 Pentingnya Pembelajaran Tokoh Idola pada Siswa
Menurut Dr. Sylvia Rimm dalam bukunya, "Why Brigh Kids Get Poor Grades", bahwa membentuk karakter anak sesuai keinginan tidak bisa dilepaskan dari peran  sesosok model yang bisa ditiru.
Idola adalah sumber inspirasi: Tidak bisa disangkal bahwa orang akan  terinspirasi menjadi orang besar hanya jika ia mengetahui kisah orang-orang yang telah berhasil menjadi besar. Jika siswa kita memiliki idola yang salah, maka. Tokoh idola tersebut akan membentuk karakter siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan anak.


4.2 Inovasi dan Kreatifitas Guru dalam Pembelajaran Menceritakan Tokoh Idola dengan Menerapkan Model Kooperatif Tipe STAD

Penyebab kesulitan berbicara tidak terlepas dari akibat ketidaktepatan penggunaan metode dan media yang digunakan oleh guru. Metode mengajar guru yang masih konvensional membuat pembelajaran berbahasa menjadi sesuatu yang membosankan. Kurangnya pemanfaatan media yang menarik dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan kreatif. Kenyataan yang terjadi di lapangan, siswa mendengarkan ceramah guru mengenai teori kebahasaan termasuk di dalamnya teori berbicara, tetapi presentasi kegiatan praktiknya masih kurang. Hal itu juga karena guru kurang memberdayakan media pembelajaran yang ada yaitu tidak menggunakan media yang sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan.
Oleh karena itu, diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan asumsi bahwa terjadi peningkatan signifikan hasil belajar dan motivasi siswa dalam pembelajaran berbicara khususnya pada materi menceritakan tokoh idola.
Digunakannya media audio visual dalam pembelajaran berbicara dengan materi tokoh idola dengan asumsi media audio visual sebagai alat bantu yang mampu memperkonkret masalah yang dibicarakan. Dengan menggunakan media audio visual, diharapkan siswa mampu membicarakan masalah sesuai dengan apa yang dilihatnya, mampu meningkatkan daya kreasi dan motivasinya dalam pembelajaran berbicara.
Dalam pembelajaran berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola, guru sedikit memodifikasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan beberapa kreatifitas, yaitu:
1)      Pemilihan perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi di pilih oleh guru. Dengan asumsi tidak terdapat kesenjangan intelektual dalam kelompok. Jadi siapapun, dalam kelompok tersebut, mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi
2)      Setiap individu mengerjakan LKS secara diskusi kelompok. Diasumsikan dengan ini, siswa dalam kelompok saling bekerja sama dalam pengerjaan LKS, saling membantu jika terdapat teman yang kesulitan dan saling mendukung kepada siapapun untuk siap di pilih menjadi perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
3)      Dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola, guru menambahkan tujuan pembelajaran berupa mengambil teladan dari tokoh idola yang diceritakan. Hal tersebut diasumsikan terdapat feed back dari pembelajaran dengan materi tokoh idola agar siswa dapat meneladani nilai, prestasi, usaha untuk meraih prestasi, dan sebagainya (Meaningfull Learning).
4)      Pada tahap presentasi siswa, kelompok lain diharapkan dapat memberikan tanggapan dengan bahasa yang baik terhadap presentasi kelompok lain. Hal tersebut diasumsikan selain siswa dapat menjadi pembicara yang handal, siswa juga dapat menjadi pendengar yang baik dengan memberikan tanggapan atas presentasi teman.
5)      Guru memberikan lembar observasi kepada masing-masing kelompok dengan harapan kelompok lain dapat memberikan nilai terhadap presentasi kelompok lain dengan objektif.
6)      Dalam proses belajar mengajar, guru menampilkan media berbasis audio visual yang diasumsikan dapat mengkongkritkan contoh dan mempercepat pemahaman siswa dalam ketercapaian tujuan pembelajaran.

4.3.Tingkat keefektivitasan Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD dalam Pembelajaran Menceritakan Tokoh Idola

Terdapat berbagai penelitian yang mengungkapkan keefektifan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara, beberapa di antaranya adalah…
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Titin Untari dari FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram dengan judul penelitian Meningkatkan Kemampuan Berbicara dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Team Achievment Division) pada Siswa Kelas V SD Negeri Petemon Tahun Pelajaran 2011/2012 diperoleh hasil bahwa model pembelajaran kooperatif STAD ternyata efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Petemon tahun pelajaran 2011/2012. Hal tersebut diindikasikan dengan rata-rata skor yang dicapai siswa mencapai peningkatan yang signifikan sebesar 11,29 (meningkat sebesar 4,18) jika dibanding dengan sebelum aplikasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Hasil penelitian lain oleh Wasis Wiyanto, mahasiswa Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang dengan judul penelitian Peningkatan Kemampuan Menyampaikan Penjelasan Dengan Metode Student Teams Achievment Divisions (STAD) Pada Siswa Kelas XI IPA 1 SMAN 1 Bawang, menunjukkan bahwa Pengunaan Metode Student Teams Achievment Divisions pada pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan penjelasan. Dari hasil tes dapat diketahui kemampuan siswa dalam menyampaikan penjelasan dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 13,8%. Persentase tersebut berdasarkan nilai rata-rata tes pada siklus I sebesar 66,2 dan meningkat dengan nilai rata-rata 75 pada siklus II. Perilaku belajar siswa mengalami perubahan yang positif.
Siswa makin pro-aktif dalam kegiatan kelompok, aktif menemukan topik dalam artikel yang disajikan, dan lancar menyampaikan penjelasan menegenai topik yang dibahas. Selama proses pembelajaran siswa mampu mengatasi permasalahan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah diungkapkan tentang pengaruh positif penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar keterampilan berbicara, dapat diasumsikan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif dan berpengaruh positif terhadap proses pembelajaran dalam hal ini adalah aktivitas guru dan siswa dan hasil belajar siswa dalam keterampilan berbicara khususnya pada materi menceritakan tokoh idola.









BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi paparan tentang 1) simpulan dan 2) saran. Paparan tentang simpulan disajikan pada butir 5.1 dan paparan tentang saran disajikan pada butir 5.2.

5.1 Simpulan
Berdasarkan rancangan penelitian, penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD diasumsikan dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran berbicara pada materi tokoh idola SMPN 29 kelas VII . Hal itu dapat dijabarkan sebagai berikut.
(1)   Diasumsikan  aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran berbicara pada materi tokoh idola dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, terdapat pengaruh positif aktivitas guru dan siswa
(2)   Diasumsikan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran berbicara pada materi tokoh idola dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD.

 5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian peningkatan keterampilan berbicara pada materi tokoh idola dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya, saran penelitian diuraikan sebagai berikut.


(1)      Bagi guru
Guru hendaknya dapat menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan mampu melibatkan kemampuan bekerja sama dan hasil belajar siswa khususnya kemampuan menceritakan tokoh idola. Pembelajaran hendaknya dilakukan melalui diskusi kelompok dan kebermaknaan pembelajaran bagi kecakapan hidup.
(2)      Bagi peneliti lain
Peneliti berikutnya hendaknya dapat memperbaiki kekurangan dalam pelaksanaan penelitian penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk pembelajaran keterampilan berbicara.. Dengan demikian, peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat lebih dioptimalkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar