BAB I
PENDAHULUAN
Bab
ini berisi paparan tentang 1) latar belakang penelitian, 2) masalah penelitian,
3) tujuan penelitian, 4) manfaat hasil penelitian.
1.1
Latar Belakang
Pendidikan nasional antara lain bertujuan
mewujudkan learning society dimana setiap anggota masyarakat berhak mendapat
pendidikan (education for all) dan menjadi pembelajar seumur hidup (long life
education). Empat pilar pendidikan dari UNESCO, yaitu learning to know,
learning to do, learning to live together, dan learning to be (Delors,
dkk.:1996). Implementasi dalam pembelajaran bahasa indonesia terlihat dalam
pembelajaran dan penilaian yang sifatnya learning
to know (fakta, konsep, dan prinsip), learning
to do (language skill), learning to
be (enjoy language), dan learning to
live together (cooperative learning in language).
Khususnya
pilar learning to live together
menekankan pentingnya belajar memahami bahwa setiap orang hidup dalam suatu
masyarakat terjadi interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Implikasi pilar
ini terhadap pembelajaran bahasa indonesia, adalah memberi kesempatan kepada
siswa agar bersedia bekerja dan belajar
bersama, saling menghargai pendapat orang lain, menerima pendapat berbeda,
belajar mengemukakan dan sharing ideas
dengan teman dalam melaksanakan tugas-tugas bahasa Indonesia, bersosialisasi
dan berkomunikasi dalam konteks bahasa indonesia dengan teman lainnya.
Peranan bahasa
sangat penting sebab
bahasa adalah alat
komunikasi, menarik perhatian, untuk membentuk serta mengembangkan
nilai-nilai kehidupan. Menurut
Sabarti Akhadiyah, M.K.,
Maidar G. Arsjad,
Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F.,
Mukti U.S. (1993:
2) menyatakan bahwa
bahasa merupakan sarana utama
untuk berpikir dan bernalar. Manusia
berpikir tidak hanya dengan otaknya, dengan bahasa manusia menyampaikan hasil
pemikiran atau penalaran, sikap serta perasaannya. Di samping itu peranan
bahasa yang lebih penting ialah sebagai
alat penerus dan
pengembang kebudayaan. Melalui bahasa,
nilai-nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke
generasi selanjutnya. Dengan menggunakan bahasa pula, ilmu dan teknologi
dikembangkan.
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan yang dimiliki
oleh manusia. Kemampuan inilah yang membedakan manusia dengan binatang,
serta yang memungkinkannya untuk
berkembang. Tanpa bahasa
tidak mungkin manusia dapat
berfikir lanjut serta mencapai kemajuan
dalam teknologi seperti sekarang ini.
Keterampilan
berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan
berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis (Tarigan, 1998:1). Setiap
keterampilan mempunyai hubungan erat dengan keterampilan lainnya.
Keterampilan-keterampilan tersebut hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan
praktik dan latihan yang banyak.
Sebagai
salah satu keterampilan berbahasa, berbicara, memang harus dipelajari dengan
serius karena manusia lebih banyak berkomunikasi bahasa lisan daripada bahasa
tulis. Seseorang dapat bertukar pikiran,
perasaan, gagasan dan keinginannya melalui kegiatan berbicara, dengan demikian
kegiatan berbicara dapat membangun hubungan mental emosional antara satu
individu dengan individu lainnya. Dalam pembelajaran bahasa, harus mengajarkan
atau melatih agar siswa dapat berbicara dengan baik dan benar, berbicara yang
baik adalah berbicara yang sesuai dengan kaidah-kaidah kebahasaan. Hal ini
bertujuan supaya seseorang ketika berbicara dapat menyampaikan apa yang
disampaikan secara jelas dan lawan bicaranya dapat menerima pesan tersebut
secara jelas pula.
Realitanya,
pembelajaran berbicara masih dianggap sebagai sesuatu pembelajaran yang mudah
sehingga pembelajaran berbicara tidak dilakukan secara serius. Padahal pada
kenyataannya di lapangan, masih banyak siswa yang kurang mampu mengekspresikan ide
secara utuh melalui kegiatan berbicara. Siswa sering kali malu ketika diminta
berbicara atau bercerita di depan kelas. Hal ini dimungkinkan karena rendahnya
penguasaan siswa akan topik yang dibahas atau karena luasnya topik bahasa
sehingga siswa tidak mampu memfokuskan hal-hal yang ingin diucapkan. Akibatnya,
arah pembicaraan siswa kurang jelas dan inti dari bahasa tersebut tidak
tersampaikan dengan baik. Dengan demikian dapat diindikasikan bahwa
keterampilan berbicara siswa masih rendah. Hal ini jika didasarkan faktor di
lapangan yang menyebabkan ada beberapa hal yang melatar belakangi tersebut,
yaitu:
(1)
Siswa kurang berminat dalam kegiatan berbicara.
Mereka masih kesulitan dalam menentukan batasan topik yang ingin disampaikan.
Misalnya siswa ingin membicarakan masalah bencana alam atau tanah longsor, yang
terjadi siswa akan berbicara terlalu panjang lebar (meluas) sehingga inti
pembicaraan tidak tersampaikan.
(2)
Ketepatan siswa dalam menggunakan kata dan
istilah masih kurang. Ketika siswa berbicara di depan kelas rasa gugup, grogi
dan ketakutan keliru tentu saja ada. Sehingga kata yang seharusnya keluar
diucapkan menjadi tersendat-sendat atau diulang-ulang.
(3)
Siswa kurang bisa memilih kata yang tepat dan
selaras untuk mengungkapkan gagasan untuk memperoleh sesuatu yang diharapkan.
(4)
Dalam berbicara di depan kelas siswa kurang
mampu mengorganisasi perkataannya sehingga pembicaraannya belum tepat sasaran.
(5)
Sikap ketika berbicara, dalam kegiatan
berbicara siswa kelihatan tegang dan kurang rileks. Dengan situasi tersebut
akan mempengaruhi mutu bicaranya (tuturannya).
Penyebab
kesulitan berbicara di atas tidak terlepas dari akibat penggunaan metode dan
media yang digunakan oleh guru. Metode mengajar guru yang masih konvensional
membuat pembelajaran berbahasa menjadi sesuatu yang membosankan. Kurangnya pemafaatan
media dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan kreatif.
Kenyataan yang terjadi di lapangan, siswa mendengarkan ceramah guru mengenai
teori kebahasaan termasuk di dalamnya teori berbicara, tetapi presentasi
kegiatan praktiknya masih kurang. Hal itu juga karena guru kurang memberdayakan
media pembelajaran yang ada dan tidak menggunakan media yang sesuai dengan
metode pembelajaran yang diterapkan.
Berdasarkan
latar belakang permasalahan tersebut diperlukan suatu pemecahan yang dirasa
efektif untuk mengoptimalkan keterampilan berbicara siswa kelas VII SMP. Pemilihan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dalam penelitian ini, dengan asumsi bahwa akan terjadi peningkatan signifikan
hasil belajar dan proses pembelajaran berbicara khususnya pada materi
menceritakan tokoh idola.
Dalam
hal ini akan digunakan media audio visual dalam pembelajaran berbicara dengan
materi tokoh idola. Diasumsikan media audio visual adalah alat bantu
pembelajaran yang mampu memperkonkret masalah yang dibicarakan. Dengan
menggunakan media audio visual, diharapkan siswa mampu membicarakan masalah
sesuai dengan apa yang dilihatnya, mampu meningkatkan daya kreasi dan
motivasinya dalam pembelajaran berbicara.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
uraian latar belakang masalah yang telah dibahas diatas, penulis
mengidentifikasi masalah antara lain :
(1)
Bagaimanakah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD terhadap proses pembelajaran berbicara dengan materi
menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya tahun
pelajaran 2011/2012?
(2)
Bagaimanakah pengaruh penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar keterampilan berbicara
dengan materi menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya
tahun pelajaran 2011/2012?
1.3 Tujuan Penelitian
(1) Mendeskripsikan
penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap proses pembelajaran berbicara
dengan materi menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya
tahun pelajaran 2011/2012
(2)
Menganalisis pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar keterampilan berbicara dengan
materi menceritakan tokoh idola kelas VII SMP Negeri 29 Surabaya tahun
pelajaran 2011/2012.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk dua kepentingan, yakni
teoretis dan praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan mampu
memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan khasanah keilmuan bidang
pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbicara
dengan materi menceritakan tokoh idola melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
Secara
praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak
berikut.:
(1) Bagi
guru
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, guru dapat dengan baik
menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan
berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola. Guru dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan melibatkan aktivitas dan pengalaman belajar siswa
melalui society learning dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
(2) Bagi peneliti
lain
Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya dalam
pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan
tokoh idola dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Di
samping itu, penelitian ini dapat lebih dikembangkan khususnya aspek
pembelajaran menceritakan tokoh idola atau pun penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
BAB II
KAJIAN
TEORI
2. 1. Keterampilan Berbicara
2. 1.1. Pengertian Keterampilan Berbicara
Tarigan (1981:15) mengemukakan bahwa
keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
mengatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar
menerima informasi melalui rangkaian
nada, tekanan, dan penempatan persendian. jika komunikasi berlangsung secara tatap muka ditambah lagi dengan gerak tangan dan
air muka (mimik) pembicara.
Sejalan dengan pendapat di atas, Tarigan (1990:149)
menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui
bahasa lisan. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat erat. Pesan yang diterima
oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam
bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk
semula.
Beberapa pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa berbicara itu lebih daripada sekadar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja, melainkan
suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan pendengar atau
penyimak.
2. 1.2 Tujuan Berbicara
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi.
Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogyanyalah pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin disampaikan,
pembicara harus mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya. Tujuan umum berbicara menurut Tarigan (1990:149)
terdapat lima golongan berikut ini:
a.
Menghibur
Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik
perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor, spontanitas,
menggairahkan, kisah-kisah jenaka, petualangan, dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.
b.
Menginformasikan
Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk
melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: (a). menjelaskan suatu proses;
(b). menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal; (c). memberi, menyebarkan, atau menanamkan
pengetahuan; (d). menjelaskan kaitan.
c.
Menstimulasi
Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih
kompleks dari tujuan berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus
pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai
jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.
d.
Menggerakkan
Dalam berbicara untuk
menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam
berbicara, kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah
penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.
2. 1. 3 Jenis-jenis Berbicara
Secara garis besar
jenis-jenis berbicara dibagi dalam dua jenis, yaitu berbicara di muka umum dan berbicara pada konferensi. Tarigan (1981: 22-23)
memasukkan beberapa kegiatan berbicara ke dalam
kategori tersebut.
a.
Berbicara di Muka Umum
Jenis pembicaraan meliputi hal-hal berikut.
1)
Berbicara dalam situasi
yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif (informative speaking).
2)
Berbicara dalam situasi
yang bersifat membujuk, mengajak, atau meyakinkan (persuasive speaking).
3)
Berbicara dalam situasi
yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberate speaking).
b.
Diskusi Kelompok
Berbicara dalam kelompok mencakup kegiatan berikut ini.
1)
Kelompok resmi (formal)
2)
Kelompok tidak resmi
(informal)
c.
Prosedur Parlementer
d.
Debat
Berdasarkan bentuk, maksud, dan metodenya maka debat
dapat diklasifikasikan atas tipetipe berikut ini.
1)
Debat parlementer atau
majelis
2)
Debat pemeriksaan ulangan
3)
Debat formal, konvensional
atau debat pendidikan
Pembagian di atas sudah jelas bahwa berbicara mempunyai
ruang lingkup pendengar yang berbeda-beda. Berbicara pada masyarakat luas,
berarti ruang lingkupnya juga lebih luas. Sedangkan pada konferensi ruang lingkupnya terbatas.
2. 1. 4 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Efektivitas Berbicara
Arsjad dan Mukti U.S. (1993: 17-20) mengemukakan bahwa
untuk menjadi pembicara yang baik , seorang pembicara
harus menguasai masalah yang sedang dibicarakan, dan harus berbicara dengan jelas dan tepat. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan oleh pembicara untuk keefektifan berbicara adalah faktor
kebahasaan dan nonkebahasaan.
Faktor
kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, meliputi; ketepatan
ucapan, penempatan tekanan, nada sandi, dan durasi yang sesuai, pilihan kata,
dan ketepatan sasaran kebahasaan.
Faktor-faktor nonkebahasaan meliputi; sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, pandangan harus diarahkan pada lawan bicara,
kesediaan menghargai pendapat orang lain, gerak gerik dan mimik yang tepat, kenyaringan suara. kelancaran, relevansi
atau penalaran, dan penguasaan topik.
Faktor yang menunjang keefektifan berbicara di atas, baik
yang bersifat kebahasaan maupun yang nonkebahasaan,
keduanya tidak boleh diabaikan apabila seseorang ingin menjadi pembicara yang terampil. Dalam meraih keinginan tersebut harus
dengan proses berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dan
sistematis.
2.2 Pembelajaran Tokoh Idola
Menurut Dr. Sylvia Rimm dalam bukunya,
"Why Brigh Kids Get Poor Grades", bahwa membentuk karakter anak
sesuai keinginan tidak bisa dilepaskan dari peran sesosok model yang bisa ditiru.
Idola adalah sumber inspirasi: Tidak bisa
disangkal bahwa orang akan terinspirasi
menjadi orang besar hanya jika ia mengetahui kisah orang-orang yang telah
berhasil menjadi besar. Jika siswa kita memiliki idola yang salah, maka. Tokoh idola
tersebut akan membentuk karakter siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip
perkembangan anak.
2.3 Pembelajaran
Kooperatif
2. 3.1. Pengertian Model Pembelajaran
Kooperatif
Posamentier
(1999,12) secara sederhana menyebutkan cooperative
learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa
dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah tugas atau beberapa tugas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika siswa bekerja dalam kelompok adalah
sebagai berikut :
a.
Setiap anggota dalam kelompok harus merasa
bagian dari tim dalam pencapaian tujuan bersama.
b.
Setiap anggota dalam kelompok harus menyadari
bahwa masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok, berhasil atau gagal
akan dirasakan oleh semua anggota kelompok.
c.
Untuk pencapaian tujuan kelompok, semua siswa
harus bicara atau diskusi satu sama lain.
d.
Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam
kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok.
Oleh
karena itu bukanlah suatu cooperative
environment meskipun terdapat beberapa siswa duduk bersama akan tetapi
bekerja secara individu dalam menyelesaikan tugas, atau seorang anggota
kelompok menyelasaikan sendiri tugas kelompoknya. Pembelajaran kooperatif lebih
merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatakan interaksi antar
siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Karena siswa
dalam kelompok akan belajar untuk mendengarkan ide atau gagasan dari teman yang
lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju dengan pendapat orang lain,
menyampaikan atau menerima kritikan yang membangun, serta siswa tidak merasa
terbebani ketika ternyata pekerjaannya belum tepat atau masih salah.
Slavin
(1991) menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok
saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Pembelajaraan kooperatif merupakan
metode pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk bekerja dalam kelompok
kecil, membantu satu sama lain untuk mempelajari isi pelajaran.
Enam
prinsip pembelajaran kooperatif menurut Robert E. Slavin adalah :
a.
Tujuan kelompok
b.
Tanggung jawab individu
c.
kesempatan bersama-sama untuk sukses
d.
Kompetisi antar team
e.
Tugas khusus
f.
Memperhatikan kebutuhan individu
Dalam
pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar
siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling
menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling
membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun
teman lain. Sehingga hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat
menerima berbagai keragaman dari temannya, serta adanya pengembangan
ketrampilan sosial.
2.3.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu pembelajaran kooperatif
yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan siswa yang heterogen. Dimana model
ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana dan langsung dari pendekatan
pembelajaran kooperatif. Metode ini paling awal ditemukan dan dikembangkan oleh
para peneliti pendidikan di John Hopkins Universitas Amerika Serikat dengan
menyediakan suatu bentuk belajar kooperatif. Di dalamnya siswa diberi
kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan elaborasi dengan teman sebaya dalam
bentuk diskusi kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan
Dalam model
pembelajaran ini, masing-masing kelompok beranggotakan 4 –
5 orang yang dibentuk dari anggota yang heterogen terdiri dari laki-laki dan
perempuan yang berasal dari berbagai suku, yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah. Edward (1989) dalam Isjoni (2009: 55) mengatakan kelompok
yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana (1989)
mengemukakan, jumlah yang paling tepat menurut hasil penelitian Slavin adalah
4-6 orang. Soejadi (2000) mengemukakan jumlah anggota dalam suatu kelompok
apabila makin besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antara
para anggotanya. Jadi, model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu model pembelajaran yang
berguna untuk menumbuhkan kemampuan kerjasama, kreatif, berpikir kritis dan ada
kemampuan untuk membantu teman serta merupakan pembelajaran
kooperatif yang sangat sederhana. Pembelajaran kooperatif
tipe STAD terdiri lima komponen utama, yaitu :
a.
Penyajian kelas
Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai
dengan penyajian kelas. Penyajian kelas tersebut mencakup pembukaan,
pengembangan dan latihan terbimbing.
b.
Kegiatan kelompok
Siswa
mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama
anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan
yang diberikan.
c.
Kuis (Quizzes)
Kuis
adalah tes yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk mengetahui
keberhasilan siswa setelah belajar kelompok. Hasil tes digunakan sebagai hasil
perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan dan
keberhasilan kelompok.
d.
Skor kemajuan (perkembangan) individu
Skor
kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi
berdasarkan pada beberapa jauh skor kuis terkini yang melampui rata-rata skor
siswa yang lalu.
e.
Penghargaan kelompok
Penghargaan
keompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing kelompok. Predikat ini diperoleh
dengan melihat skor kemajuan kelompok. Skor kemajuan kelompok diperoleh dengan
mengumpulkan skor kemajuan masing-masing kelompok sehingga diperoleh skor
rata-rata kelompok.
2.3.3
Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Suatu
strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan
pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai
beberapa keunggulan (Slavin, 1995:17) diantaranya sebagai berikut:
1)
Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
2)
Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat
untuk berhasil bersama.
3)
Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih
meningkatkan keberhasilan kelompok.
4)
Interaksi antar siswa seiring dengan
peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
2.3.4
Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Selain
keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki
kekurangan-kekurangan, menurut diantaranya sebagai berikut:
1)
Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa
sehingga sulit mencapai target kurikulum.
2)
Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru
sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3)
Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga
tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.
4)
Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya
sifat suka bekerja sama.
2.2 Pembelajaran Menceritakan Tokoh Idola
dengan Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD
Pada subbab sebelumnya telah dibahas kelebihan dan kekurangan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, diasumsikan penerapan model tersebut dalam
pembelajaran menceritakan tokoh idola dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam keterampilan menceritakan tokoh idola. Hal tersebut mengacu pada beberapa
hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu:
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Titin Untari dari FKIP
Universitas Muhammadiyah Mataram dengan judul penelitian Meningkatkan Kemampuan
Berbicara dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student
Team Achievment Division) pada Siswa Kelas V SD Negeri Petemon Tahun
Pelajaran 2011/2012 diperoleh hasil bahwa model pembelajaran kooperatif STAD
ternyata efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas V SD
Negeri Petemon tahun pelajaran 2011/2012. Hal tersebut diindikasikan dengan
rata-rata skor yang dicapai siswa mencapai peningkatan yang signifikan sebesar
11,29 (meningkat sebesar 4,18) jika dibanding dengan sebelum aplikasi model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
Hasil penelitian lain oleh Wasis Wiyanto, mahasiswa Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Semarang dengan judul penelitian Peningkatan Kemampuan Menyampaikan
Penjelasan Dengan Metode Student Teams Achievment Divisions (STAD) Pada Siswa
Kelas XI IPA 1 SMAN 1 Bawang, menunjukkan bahwa Pengunaan Metode Student Teams
Achievment Divisions pada pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyampaikan penjelasan. Dari hasil tes dapat diketahui kemampuan
siswa dalam menyampaikan penjelasan dari siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan sebesar 13,8%. Persentase tersebut berdasarkan nilai rata-rata tes
pada siklus I sebesar 66,2 dan meningkat dengan nilai rata-rata 75 pada siklus
II. Perilaku belajar siswa mengalami perubahan yang positif.
Siswa makin pro-aktif dalam kegiatan kelompok, aktif menemukan topik
dalam artikel yang disajikan, dan lancar menyampaikan penjelasan menegenai
topik yang dibahas. Selama proses pembelajaran siswa mampu mengatasi
permasalahan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah diungkapkan tentang
pengaruh positif penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
hasil belajar keterampilan berbicara, dapat diasumsikan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif dan berpengaruh positif terhadap
proses pembelajaran dalam hal ini adalah aktivitas guru dan siswa dan hasil
belajar siswa dalam keterampilan berbicara khususnya pada materi menceritakan
tokoh idola.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi paparan tentang 1)
rancangan penelitian, 2) subjek penelitian, 3) data penelitian, 4) instrumen
penelitian, 5) teknik pengumpulan data, dan 6) menentukan teknik analisis data.
Keenam paparan tersebut dijabarkan sebagai berikut.
3.1
Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini, diggunakan
jenis penelitian praeksperimen dengan rancangan
penelitian kuantitatif praeksperimental.
Pemilihan jenis penelitian dan rancangan
penelitian tersebut bertujuan menguji ada atau tidak pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan
materi menceritakan tokoh idola pada
siswa SMP kelas VII.
Jenis penelitian pra eksperimen merupakan penelitian semu yang digunakan untuk
mengadakan penelitian dibidang pendidikan.
Menurut Arikunto (2002: 78), desain penelitian one group pre test post test adalah 01 X
02 dimana observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan
sesudah eksperimen. Eksperimen yang dilakukan sebelum intervensi (01) disebut
pre test dan eksperimen yang dilakukan sesudah intervensi (02) yaitu disebut
post test . Perbedaan antara (01) dan (02) yaitu diasumsikan sebagai efek dari
eksperimen yang dilakukan atau pemberian treatment.
Dalam penelitian ini dapat dirumuskan rancangan
penelitian sebagai berikut :
|
Keterangan prosedur :
1)
O1 : Pretest untuk mengukur hasil belajar keterampilan berbicara dengan
materi menceritakan tokoh idola pada
siswa SMP kelas VII sebelum menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2)
X : Treatment atau perlakuan pada subjek
yang diberikan pada saat proses pembelajaran belajar keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh
idola pada siswa SMP kelas VII.
3)
O2 : Posttest untuk mengukur hasil belajar keterampilan berbicara dengan
materi menceritakan tokoh idola pada
siswa SMP kelas VII sebelum menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Rancangan penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh
idola pada siswa SMP kelas VII. Dalam pelaksanaannya dilakukan tiga kegiatan
pembelajaran antara lain, 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) penilaian.
1) Perencanaan
Perencanaan dilakukan dengan mempersiapkan perangkat pembelajaran,
fasilitas dan sarana pendukung, dan instrumen penelitian. Penyiapan perangkat
pembelajaran terdiri atas penyusunan skenario pembelajaran yang tertuang dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), penyiapan media pembelajaran, dan
penyusunan materi pembelajaran. Penyusunan instrumen penelitian terdiri atas
lembar pengamatan aktivitas guru, lembar pengamatan aktivitas siswa, lembar tes
(LKS dan LP).
2) Pelaksanaan
Tes dilaksanakan dengan tujuan siswa dapat menceritakan tokoh idola,
meliputi identitas, keunggulan, alasan mengidolakan dan nilai teladan yang
dapat di ambil dari tokoh idola .Tes ini dilakukan di dalam kelas selama 1 x jam
pelajaran setelah materi pembelajaran tentang cara menceritakan tokoh idola
diberikan.
3) Penilaian
Kegiatan penilaian ini akan dilakukan ketika proses kegiatan belajar
mengajar berlangsung dengan mengguanakan lembar observasi dan kuis
individu yang telah dibuat oleh guru
sebelum proses pembelajaran.
3.2
Subjek Penelitian
Adapun subyek
dalam penelitian ini adalah…
1)
Siswa kelas VII semester dua di SMP Negeri 29
Surabaya
2)
Guru Bahasa Indonesia yang mengajar di kelas VII semester dua di SMP Negeri 29 Surabaya
3.3 Data Penelitian
Untuk menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini, data yang dibutuhkan adalah:
1) Aktivitas guru ketika menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan
berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola pada siswa SMP kelas VII.
2) Aktivitas siswa ketika menggunakan m odel
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan
berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola.
3) Hasil
belajar siswa setelah menggunakan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD
dalam pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh
idola
3.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan observasi dan teknik nontes. Adapun penjelasan rinci akan dibahas berikut
ini:
3.4.1
Observasi
Observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai
metode pendukung dalam memperoleh informasi dan data. Peneliti menggunakan
metode observasi partisipatif dimana peneliti berinteraksi secara penuh saat
proses pembelajaran dengan subjek penelitian. Tujuan menggunakan metode
observasi yakni untuk mendapatkan data aktual mengenai aktivitas guru dan siswa
saat pembelajaran keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3.4.2
Uji Kinerja
Uji
kinerja digunakan
untuk mengetahui seberapa jauh perubahan sikap siswa setelah diadakan proses
pembelajaran keterampilan
berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola. Teknik nontes yang digunakan pada
penelitian ini adalah penilaian kinerja keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola.
Adapun bentuk instrument yang digunakan adalah uji petik kinerja dengan teknik
penilaian individu mewakili kelompok. Tujuan menggunakan teknik
penilaian kinerja yakni untuk mendapatkan data aktual mengenai Hasil belajar
siswa dalam keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3.5
Instrumen Penelitian
3.5.1 Lembar Observasi
Lembar Observasi dalam penelitian ini
digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa selama pengamatan yang
dilakukan oleh observer pada kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara dengan
materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
a) Lembar Observasi Aktvitas Guru
Tabel 3.1 Lembar Observasi Aktivitas Guru
No
|
Aspek-aspek yang Diamati
|
Skala Nilai
|
Keterlaksanaan
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
Ya
|
Tidak
|
||
1
|
Guru melakukan pengecekan
persiapan belajar siswa,ruang belajar siswa, dan media yang akan digunakan
dalam proses belajar mengajar
|
|
|
|
|
|
|
2
|
guru memberikan wawasan tentang
pentingnya kompetensi dasar bercerita tokoh idola
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Membimbing siswa dalam
melaksanakan pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pembelajaran keterampilan berbicara tokoh idola
|
|
|
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
b) Lembar Observasi Aktvitas Siswa
Tabel 3.2 Lembar Observasi Aktivitas Siswa
No
|
Aspek-aspek yang diamati
|
Skala Nilai
|
Keterlaksanaan
|
||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
Ya
|
Tidak
|
||||||||
1
|
Siswa memberikan respon saat guru
memberikan apersepsi
|
|
|
|
|
|
|
||||||
2
|
Siswa mendengarkan penjelasan
materi yang disampaikan oleh guru
|
|
|
|
|
|
|
||||||
3
|
Siswa mengerjakan LKS dan LP
|
|
|
|
|
|
|
||||||
4
|
Siswa berdiskusi dengan kelompok
|
|
|
|
|
|
|
||||||
5
|
Siswa menggunakan model pembejaran kooperatif Tipe
STAD
|
|
|
|
|
|
|
||||||
6
|
Siswa mempresentasikan hasil
diskusi kelompok dengan pilihan kata yang sesuai
|
|
|
|
|
|
|
||||||
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
3.5.2 Lembar Penilaian Kinerja
Tujuan menggunakan teknik
penilaian kinerja yakni untuk mendapatkan data aktual mengenai Hasil belajar
siswa dalam keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Tabel 3.3. Format Penilaian Untuk Menceritakan Tokoh Idola
No.
|
Aspek Yang Dinilai
|
Hasil Pengamatan
|
Catatan
|
|||
D
|
C
|
B
|
A
|
|||
1
|
Pilihan kata
|
|
|
|
|
|
2
|
Ekspresi yang tepat
|
|
|
|
|
|
3
|
Keruntutan cerita
|
|
|
|
|
|
4
|
Kelogisan cerita
|
|
|
|
|
|
5
|
Kepaduan cerita
|
|
|
|
|
|
6
|
Kejelasan bahasa
|
|
|
|
|
|
7
|
Vokal (kejelasan suara)
|
|
|
|
|
|
8
|
Penampilan
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
D =
memerlukan perbaikan (1)
C =
menunjukkan kemajuan (2)
B =
memuaskan (3)
A =
sangat baik (4)
3.6
Analisis
Data
3.6.1 Lembar Observasi
Untuk
mengolah data berupa aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran
keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui
lembar observasi, analisis data yang digunakan adalah menghitung rerata, yaitu.
Nilai Akhir: perolehan
skor x skor ideal (100) =
Skor maksimal (16)
Gambar
3.2 Rumus Analisis Data untuk Menghitung Aktivitas Guru
Nilai Akhir: perolehan
skor x skor ideal (100) =
Skor maksimal (24)
Gambar
3.3 Rumus Analisis Data untuk Menghitung Aktivitas Siswa
3.5.2 Lembar Penilaian Kinerja
Untuk
mengolah data berupa lembar penilaian kinerja untuk mengukur hasil
belajar siswa dalam keterampilan berbicara dengan materi menceritakan tokoh
idola dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD,
analisis data yang digunakan adalah menghitung rerata, yaitu
Nilai Akhir: perolehan
skor x skor ideal (100) =
Skor maksimal (32)
Gambar 3.4
Rumus Analisis Data untuk Menghitung Kinerja Siswa dalam Keterampilan Berbicara
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pentingnya Pembelajaran Keterampilan
Berbicara pada Siswa
Tarigan (1990:149) menyatakan bahwa berbicara
adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Kaitan antara
pesan dan bahasa lisan sebagai
media penyampaian sangat erat. Pesan
yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar
kemudian mencoba mengalihkan pesan
dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula. Pentingnya keterampilan
berbicara untuk dilatihkan pada siswa agar siswa dapat menjadi pembicara yang
handal. Disamping itu, pengajaran keterampilan berbicara sebagai penunjang
keterampilan berbahasa lainnya.
4. 2 Pentingnya Pembelajaran Tokoh Idola pada
Siswa
Menurut Dr. Sylvia Rimm dalam bukunya,
"Why Brigh Kids Get Poor Grades", bahwa membentuk karakter anak sesuai
keinginan tidak bisa dilepaskan dari peran sesosok model yang bisa ditiru.
Idola adalah sumber inspirasi: Tidak bisa
disangkal bahwa orang akan terinspirasi
menjadi orang besar hanya jika ia mengetahui kisah orang-orang yang telah
berhasil menjadi besar. Jika siswa kita memiliki idola yang salah, maka. Tokoh idola
tersebut akan membentuk karakter siswa. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip
perkembangan anak.
4.2 Inovasi dan Kreatifitas Guru dalam
Pembelajaran Menceritakan Tokoh Idola dengan Menerapkan Model Kooperatif Tipe
STAD
Penyebab
kesulitan berbicara tidak terlepas dari akibat ketidaktepatan penggunaan metode
dan media yang digunakan oleh guru. Metode mengajar guru yang masih konvensional
membuat pembelajaran berbahasa menjadi sesuatu yang membosankan. Kurangnya pemanfaatan
media yang menarik dalam pembelajaran membuat siswa menjadi kurang aktif dan
kreatif. Kenyataan yang terjadi di lapangan, siswa mendengarkan ceramah guru
mengenai teori kebahasaan termasuk di dalamnya teori berbicara, tetapi
presentasi kegiatan praktiknya masih kurang. Hal itu juga karena guru kurang
memberdayakan media pembelajaran yang ada yaitu tidak menggunakan media yang
sesuai dengan metode pembelajaran yang diterapkan.
Oleh
karena itu, diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan asumsi
bahwa terjadi peningkatan signifikan hasil belajar dan motivasi siswa dalam
pembelajaran berbicara khususnya pada materi menceritakan tokoh idola.
Digunakannya
media audio visual dalam pembelajaran berbicara dengan materi tokoh idola
dengan asumsi media audio visual sebagai alat bantu yang mampu memperkonkret
masalah yang dibicarakan. Dengan menggunakan media audio visual, diharapkan
siswa mampu membicarakan masalah sesuai dengan apa yang dilihatnya, mampu
meningkatkan daya kreasi dan motivasinya dalam pembelajaran berbicara.
Dalam
pembelajaran berbicara dengan materi menceritakan tokoh idola, guru sedikit
memodifikasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan beberapa
kreatifitas, yaitu:
1)
Pemilihan perwakilan kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi di pilih oleh guru. Dengan asumsi tidak terdapat
kesenjangan intelektual dalam kelompok. Jadi siapapun, dalam kelompok tersebut,
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi perwakilan kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi
2)
Setiap individu mengerjakan LKS secara diskusi
kelompok. Diasumsikan dengan ini, siswa dalam kelompok saling bekerja sama
dalam pengerjaan LKS, saling membantu jika terdapat teman yang kesulitan dan
saling mendukung kepada siapapun untuk siap di pilih menjadi perwakilan
kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
3)
Dalam pembelajaran keterampilan berbicara
dengan materi menceritakan tokoh idola, guru menambahkan tujuan pembelajaran
berupa mengambil teladan dari tokoh idola yang diceritakan. Hal tersebut
diasumsikan terdapat feed back dari pembelajaran dengan materi tokoh
idola agar siswa dapat meneladani nilai, prestasi, usaha untuk meraih prestasi,
dan sebagainya (Meaningfull Learning).
4)
Pada tahap presentasi siswa, kelompok lain
diharapkan dapat memberikan tanggapan dengan bahasa yang baik terhadap
presentasi kelompok lain. Hal tersebut diasumsikan selain siswa dapat menjadi
pembicara yang handal, siswa juga dapat menjadi pendengar yang baik dengan
memberikan tanggapan atas presentasi teman.
5)
Guru memberikan lembar observasi kepada
masing-masing kelompok dengan harapan kelompok lain dapat memberikan nilai
terhadap presentasi kelompok lain dengan objektif.
6)
Dalam proses belajar mengajar, guru menampilkan
media berbasis audio visual yang diasumsikan dapat mengkongkritkan contoh dan
mempercepat pemahaman siswa dalam ketercapaian tujuan pembelajaran.
4.3.Tingkat keefektivitasan Penerapan Model
Kooperatif Tipe STAD dalam Pembelajaran Menceritakan Tokoh Idola
Terdapat
berbagai penelitian yang mengungkapkan keefektifan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran keterampilan berbicara,
beberapa di antaranya adalah…
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Titin Untari dari FKIP
Universitas Muhammadiyah Mataram dengan judul penelitian Meningkatkan Kemampuan
Berbicara dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif STAD (Student
Team Achievment Division) pada Siswa Kelas V SD Negeri Petemon Tahun
Pelajaran 2011/2012 diperoleh hasil bahwa model pembelajaran kooperatif STAD
ternyata efektif dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas V SD
Negeri Petemon tahun pelajaran 2011/2012. Hal tersebut diindikasikan dengan rata-rata
skor yang dicapai siswa mencapai peningkatan yang signifikan sebesar 11,29
(meningkat sebesar 4,18) jika dibanding dengan sebelum aplikasi model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
Hasil penelitian lain oleh Wasis Wiyanto, mahasiswa Bahasa dan Seni Universitas
Negeri Semarang dengan judul penelitian Peningkatan Kemampuan Menyampaikan
Penjelasan Dengan Metode Student Teams Achievment Divisions (STAD) Pada Siswa
Kelas XI IPA 1 SMAN 1 Bawang, menunjukkan bahwa Pengunaan Metode Student Teams
Achievment Divisions pada pembelajaran terbukti dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyampaikan penjelasan. Dari hasil tes dapat diketahui kemampuan
siswa dalam menyampaikan penjelasan dari siklus I ke siklus II mengalami
peningkatan sebesar 13,8%. Persentase tersebut berdasarkan nilai rata-rata tes
pada siklus I sebesar 66,2 dan meningkat dengan nilai rata-rata 75 pada siklus
II. Perilaku belajar siswa mengalami perubahan yang positif.
Siswa makin pro-aktif dalam kegiatan kelompok, aktif menemukan topik
dalam artikel yang disajikan, dan lancar menyampaikan penjelasan menegenai
topik yang dibahas. Selama proses pembelajaran siswa mampu mengatasi
permasalahan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah diungkapkan tentang
pengaruh positif penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
hasil belajar keterampilan berbicara, dapat diasumsikan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif dan berpengaruh positif terhadap
proses pembelajaran dalam hal ini adalah aktivitas guru dan siswa dan hasil
belajar siswa dalam keterampilan berbicara khususnya pada materi menceritakan
tokoh idola.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
Bab
ini berisi paparan tentang 1) simpulan dan 2) saran. Paparan tentang simpulan
disajikan pada butir 5.1 dan paparan tentang saran disajikan pada butir 5.2.
5.1 Simpulan
Berdasarkan
rancangan penelitian, penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
diasumsikan dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran berbicara pada materi
tokoh idola SMPN 29 kelas VII . Hal itu dapat dijabarkan sebagai berikut.
(1)
Diasumsikan aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran
berbicara pada materi tokoh idola dengan penerapan metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD, terdapat pengaruh positif aktivitas guru dan siswa
(2)
Diasumsikan adanya peningkatan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran berbicara pada materi tokoh idola dengan penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
5.2 Saran
Berdasarkan
hasil penelitian peningkatan keterampilan berbicara pada materi tokoh idola
dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa kelas VII SMP
Negeri 29 Surabaya, saran penelitian diuraikan sebagai berikut.
(1)
Bagi guru
Guru hendaknya dapat menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
pelaksanaan pembelajaran yang diharapkan mampu melibatkan kemampuan bekerja
sama dan hasil belajar siswa khususnya kemampuan menceritakan tokoh idola. Pembelajaran
hendaknya dilakukan melalui diskusi kelompok dan kebermaknaan pembelajaran bagi
kecakapan hidup.
(2)
Bagi peneliti lain
Peneliti berikutnya hendaknya dapat memperbaiki kekurangan dalam
pelaksanaan penelitian penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk
pembelajaran keterampilan berbicara.. Dengan demikian, peningkatan keterampilan
berbicara siswa dengan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat lebih
dioptimalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar