Selasa, 18 September 2012

KOLABORASI LAYANAN INTERVENSI DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bayi/balita yang beresiko atau berkebutuhan khusus dan keluarga memiliki  layanan kebutuhan yang kompleks. Layanan medis menjadi kebutuhan pertama paling intensif dalam kehidupan hari-hari awal, minggu, atau bulan, terutama untuk bayi yang prematur, atau untuk usia kehamilan yang masih muda, atau mereka yang lahir dengan masalah yang mengancam jiwa. Namun peran seorang pendidik anak usia dini khusus dari program intervensi dini masyarakat diyakini juga memberikan kontribusi positif pada kesiapan anak dan keluarga untuk membuat rencana kedepan setelah kepulangan bayi di masyarakat.
Perlunya layanan yang saling berkolaborasi demi optimalisasi kemampuan bayi/balita yang beresiko atau berkebutuhan khusus meliputi perawatan kesehatan, terapi fisik atau terapi okupasi, layanan dukungan sosial seperti perawatan yang cukup atau konseling, bantuan keuangan, dan program intervensi dini yang berorientasi di bidang pendidikan yang hal terebut disediakan oleh lembaga masyarakat yang berbeda. Tidak ada lembaga tunggal yang memiliki mandat, personil, sumber daya yang cukup untuk menyediakan semua layanan ini.
Konsekuensinya keluarga biasanya dalam krisis dan kebingungan, kemungkinan satu dari dua hal akan terjadi. Jika mereka hidup dalam area besar, daerah perkotaan, mereka mungkin menjumpai banyak lembaga-lembaga dengan pelayanan, aturan, dan kriteria kelayakan yang berbeda (Nordyke, 1982). Namun bagi keluarga yang tinggal di daerah terpencil atau pedesaan, keluarga mungkin menemukan sumber daya dan pelayanan yang sangat terbatas.
 Untuk memudahkan keluarga di kedua area atau keadaan, koordinasi dan kolaborasi antar lembaga telah menjadi tujuan dari semua orang dalam memberikan layanan kepada anak-anak muda yang berisiko atau yang mengalami dan keluarga mereka. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas pentingnya kolaborasi layanan dan bagaimana membangun suatu  kolaborasi yang terkoordinasi.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Mengapa kolaborasi layanan dipandang perlu dalam optimalisasi kemampuan bayi/balita beresiko atau berkebutuhan khusus?
1.2.2        Bagaimanakah cara membangun sebuah kolaborasi layanan yang terkoordinasi?
1.2.3        Apa sajakah factor yang menjadi hambatan dalam membangun sebuah kolaborasi layanan?

1.3  Tujuan
1.3.1        Menganalisis alasan pentingnya kolaborasi layanan dalam optimalisasi kemampuan bayi/balita beresiko atau berkebutuhan khusus
1.3.2        Mengidentifikasi cara membangun sebuah kolaborasi layanan yang terkoordinasi
1.3.3        Menganalisis factor- factor yang menjadi hambatan dalam membangun sebuah kolaborasi layanan







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENTINGNYA BERKOLABORASI ANTAR LAYANAN
Disamping PL 99-457, yang mengamanatkan kolaborasi antar lembaga dalam layanan pengiriman intervensi dini, setidaknya ada empat alasan bagi instansi/ lembaga untuk berkolaborasi dan mengembangkan sistem pelayanan yang terkoordinasi. Pada subbab ini akan dibahas alasan-alasan tersebut yaitu (a) meningkatkan layanan bagi anak dan keluarga, (b) mereduksi pelayanan ganda, (c) mengembangkan sistem pelayanan yang lebih komprehensif, dan (d) mengurangi biaya pelayanan.
2.1.1 Meningkatkan Layanan bagi Anak dan Keluarga.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebutuhan bayi/balita yang beresiko atau berkebutuhan khusus dan keluarga mereka sangat kompleks, tidak ada disiplin ilmu profesional atau lembaga tunggal yang memiliki keterampilan, sumber daya, atau mandat untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Lynch & Harrison , 1986). Akibatnya banyak lembaga telah diciptakan untuk menyediakan layanan yang memenuhi kebutuhan secara terpisah yaitu di bidang kesehatan, pendidikan atau pelayanan social (Linder, 1983; Noonan & Kligo, 1985). Meskipun masing-masing lembaga dan jasa merupakan komponen penting dalam pelayanan.
Seringkali  peran ganda dalam lembaga, fungsi, persyaratan, dan layanan mandat terbengkalai, tumpang tindih, dan membingungkan. Ketika kita menganggap bahwa staf dari satu lembaga seringkali hanya memiliki gagasan yang kabur tentang lembaga lain karena tidak ada waktu untuk memeriksa program, layanan, dan personil, maka tidak mengherankan bahwa orang tua kesulitan menemukan layanan yang tepat pada saat yang tepat. Sistem pelayanan telah menjadi unit yang membingungkan yang tampaknya tidak berhubungan, berkomunikasi, atau tidak berkoordinasi dengan satu sama lain. (Lynch & Harisson, 1986, hal 6-7)
Orangtua melaporkan bahwa mereka telah belajar tentang beberapa layanan, bahwa kelayakan kriteria dari satu sistem ke sistem lain berbeda dan tidak jelas; bahwa mereka menghabiskan berjam-jam hanya untuk mengisi formulir, anak mereka diasesmen, dan berpartisipasi dalam salah satu wawancara (Lynch & Harisson, 1986). Yang sering kali diabaikan adalah penyederhanaan proses dalam membantu keluarga mendapatkan informasi yang akurat, cepat dan seefisien yang mereka inginkan atau mereka butuhkan adalah sangat penting. Mengurangi anggota keluarga untuk menghabiskan waktu menghadiri birokrasi kelembagaan yang bukan untuk sistem pelayanan yang terbaik bagi keluarga.
2.1.2 Mereduksi Pelayanan Ganda
Setiap instansi memiliki seperangkat kebijakan dan prosedur yang memungkinkan untuk bekerja. Di antara lembaga pelayanan masyarakat yang melayani bayi/balita yang berisiko atau berkebutuhan khusus, beberapa prosedur yang berkaitan dengan klien baru adalah sesuatu yang menjadi keharusan. Ketika klien baru datang ke lembaga, mereka biasanya diminta untuk mengisi formulir rinci yang mencakup informasi tentang kehamilan, kelahiran, dan sejarah perkembangan anak; informasi tentang kesehatan orang tua, pendidikan,  pekerjaan; dan informasi tentang sumber daya keuangan keluarga. Meskipun tidak setiap lembaga mengumpulkan informasi keuangan, hampir semua lembaga mengumpulkan data-data yang telah disebutkan. Setelah formulir selesai diisi, asesmen kelayakan anak dan keluarga untuk pelayanan dan kebutuhan pelayanan mereka biasanya dilakukan oleh tim profesional. Setelah penilaian tim biasanya diadakan pertemuan dengan orang tua atau pengasuh utama untuk membahas temuan penilaian, kelayakan untuk layanan keluarga, dan program yang tersedia.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dari apa yang dimaksud dengan penggandaan layanan, bayangkan bahwa langkah yang disebutkan di atas terjadi pada pusat regional yang membantu menemukan layanan bagi individu penyandang berkebutuhan khusus, di departemen kesehatan masyarakat yang menyediakan kunjungan rumah oleh perawat kesehatan masyarakat, di sekolah lokal yang mengoperasikan program-program intervensi dini, dan pada instansi layanan terapi yang menyediakan terapi fisik dan terapi okupasi untuk klien yang memenuhi syarat. Untuk mengembangkan rencana layanan yang memenuhi kebutuhan anak dan keluarga, keluarga telah melalui proses yang rumit dan memakan banyak waktu dan tenaga profesional pada masing-masing empat lembaga. Orang tua telah menyelesaikan empat seperangkat bentuk; anak sudah diperiksa empat kali oleh tim profesional yang sangat terlatih, dan empat pertemuan yang berbeda telah diadakan untuk membahas temuan penilaian dan langkah selanjutnya. Dan anak dan keluarga masih belum menerima layanan intervensi.
Sampai saat ini aturan penggandaan bukan pengecualian di masyarakat di seluruh negeri (Drouin, Brekken, Eastmen, & Wolfe, 1986; Rossi, Gilmartin & Dayton, 1982). Seperti contoh di atas, sumber daya keuangan begitu banyak karena begitu banyak waktu personil yang masuk dalam proses pengambilan informasi dan penilaian saja. Pertanyaan dan jawaban yang sederhana. Yang lebih masuk akal: empat penilaian lebih dari 4 minggu tanpa intervensi, atau satu penilaian yang diikuti oleh 3 minggu intervensi? Mengurangi penggandaan-pindah dari empat set bentuk, penilaian, dan pertemuan ke salah satu yang akan mencakup semua instansi diasumsikan akan membuat hasil yang lebih positif bagi keluarga dan lembaga.
Di daerah terpencil dan pedesaan di mana hanya ada beberapa layanan, kolaborasi dapat meningkatkan sumber daya yang ada. Pendidik anak khusus usia dini dari kota terdekat yang mengunjungi rumah dua kali dalam satu bulan dapat berkolaborasi dengan departemen kesehatan masyarakat kota untuk membawa informasi untuk keluarga tentang gizi, imunisasi, dan perawatan kesehatan umum. Sebaliknya, dengan izin orang tua, pendidik khusus anak usia dini dapat mengirim paket kegiatan dan informasi untuk keluarga melalui penyuluh pertanian yang membuat perjalanan mingguan melalui wilayah tersebut.
2.1.3 Mengembangkan Sistem Pelayanan yang Lebih Komprehensif.
Sistem yang memiliki duplikasi dalam layanan biasanya memiliki masalah yang berlawanan serta kesenjangan dalam layanan (Audette, 1980). Ketika layanan duplikat, mengurangi jumlah uang yang tersedia untuk layanan lebih komprehensif dan untuk memulai layanan baru yang dibutuhkan. Sebagian besar masyarakat kurang mendapatkan pelayanan sosial dari program kebutuhan untuk program tersebut. Misalnya, jenis-jenis program teknologi transisi yang diperlukan ketika bayi meninggalkan rumah sakit sering tidak tersedia. Pemantauan dan intervensi intensif yang diperlukan bila bayi yang terpapar obat-obatan, bayi yang lahir dari orang tua dengan keterbelakangan mental, dan bayi prematur. Perawatan medis untuk bayi yang masih lemah dan bergantung teknologi yang memungkinkan keluarga untuk pergi ke dokter gigi, atau menghabiskan beberapa jam dari bimbingan atau pengasuhan sangat jarang ditemui dalam masyarakat. Di kota-kota di mana layanan tersebut telah dikembangkan, permintaan seringkali jauh lebih besar dari ketersediaan mereka.
Layanan yang disebutkan di atas menggambarkan beberapa kesenjangan yang ada di kalangan masyarakat saat ini. Namun, kesenjangan ini tidak statis, mereka beralih menjadi teknologi kesehatan dan sumber daya perubahan keluarga. Kebutuhan akan rumah sakit untuk program transisi rumah yang bergantung teknologi bagi bayi tidak diprediksi 10 tahun lalu, dan dalam beberapa tahun terakhir telah prediksi tentang sumber daya yang luas yang akan diperlukan untuk merawat bayi dengan AIDS. Kebutuhan-kebutuhan dan orang-orang di masa depan akan menciptakan kesenjangan dalam sistem layanan yang akan memerlukan daya kreatif dan upaya yang terkoordinasi.
2.1.4 Mengurangi Biaya Pelayanan
Alasan terakhir untuk mengembangkan sebuah sistem pelayanan yang kolaboratif dan terkoordinasi adalah keuangan (Healy, Keese, & Smith, 1985). Terdapat beberapa peningkatan permintaan dengan uang yang terbatas untuk pelayanan sosial dan pendidikan. Meskipun beberapa berpendapat bahwa program-program sosial dan pelayanan tidak memadai dari porsi semestinya, kenyataannya tetap bahwa uang adalah sumber daya yang terbatas. Analisis ekonomi dan efektivitas biaya menjadi faktor yang semakin penting dalam pengambilan keputusan anggaran. Ekonomi yang lebih besar akan cenderung mentolerir program yang secara ekonomi tidak efisien (Audette, 1980; Barnett & Escobar, 1988;. Rossi dkk, 1982).
Kesimpulannya, lebih mudah bagi keluarga untuk memperoleh pelayanan secara tepat waktu, efisien, dan manusiawi, mengurangi duplikasi, mengisi kesenjangan, dan mengurangi biaya semua pendapat tersebut tercermin dalam PL 990457, yang mengamanatkan bahwa pelayanan kepada bayi dan balita berisiko atau berkebutuhan khusus beserta keluarga mereka akan disediakan melalui model dan kolaborasi yang terkoordinasi.
2.2 CARA MEMBANGUN KOLABORASI KOMUNITAS
2.2.1 Menentukan komunitas yang dilibatkan dalam kolaborasi
Setiap masyarakat memiliki susunan yang sedikit berbeda dari layanan yang mungkin dibutuhkan oleh keluarga dengan anak yang berisiko atau berkebutuhan khusus. Meskipun nama-nama lembaga berbeda dari satu komunitas dengan komunitas yang lain namun sering ada kesamaan dalam jenis layanan yang ditawarkan. Salah satu langkah pertama dalam mengembangkan layanan kolaboratif dalam masyarakat adalah menentukan siapa yang dilibatkan.
Magrab, Kazuk, dan Greene (1981), di bawah sponsor dari asosiasi Amerika program universitas afiliasi, telah menyarankan sekelompok lembaga yang harus disertakan dalam upaya perencanaan antar lembaga. Daftar lembaga berikut sebagai lembaga yang aktif dalam memberikan pelayanan kepada anak-anak prasekolah penyandang berkebutuhan khusus yaitu (1) Pusat Kesehatan Mental, (2) Universitas Affiliated Facilities (UAF), (3) Sumberdaya akses proyek (RAP), (4) Komunitas kepemimpinan kesehatan, (5) Prasekolah dan tempat penitipan anak, termasuk proyek pendidikan awal anak-anak berkebutuhan khusus, (6) Orang tua, orang tua asuh, dan organisasi warga, (7) Penyedia lokal lainnya dan sumber rujukan lain (hal.5)
Untuk bayi dan balita yang berisiko atau berkebutuhan khusus, daftar tersebut mungkin lebih diperluas mencakup unit perawatan intensif neonatal; pelayanan anak lumpuh, kesehatan masyarakat atau ibu dan departemen kesehatan anak; departemen pelayanan sosial; program intervensi dini; kelompok dukungan orangtua; kelompok-kelompok etnis advokasi seperti perkotaan, serikat masyarakat asian, federasi Chicano, atau dewan suku, dan perguruan tinggi dan program pelatihan universitas.
2.2.2 Bekerjasama dalam kelompok
Langkah berikutnya dalam proses ini adalah membawa kelompok bersama-sama untuk mulai mempertimbangkan model pelayanan yang lebih kolaboratif (Penatua & Kazuk, nd). Membuat keputusan tentang siapa yang harus mengadakan pertemuan pertama, siapa yang mengundang, harus diadakan di mana, dan menyajikannya secara terstruktur. Keputusan akhir dari masyarakat akan bervariasi tergantung pada ukuran, layanan yang ada, sejarah, politik, dan tuntutan yang masing-masing instansi. Dalam beberapa situasi, staf departemen dipandang perlu mengadakan berbagai pertemuan sebagai strategi yang efektif; cara terbaik untuk memulai adalah diadakannya pertemuan yang dihadiri beberapa perwakilan dari setiap lembaga.
Dalam mengembangkan kolaborasi/ kerjasama masyarakat, terdapat berbagai model telah dikembangkan untuk memulai (misalnya, universitas Georgetown pusat pengembangan anak, beberapa pertemuan; Drouin et al, 1986), memberikan saran yang dapat disesuaikan untuk setiap masyarakat.
Mereka yang merencanakan pertemuan mungkin ingin mempertimbangkan beberapa permasalahan berikut ini.
a.       Apakah pertemuan kelompok memiliki kekuatan yang memadai dalam kelompok masyarakat untuk memanggil secara bersama-sama orang-orang yang diundang? Jika tidak, siapa yang terpilih? seorang pejabat pemerintah, anggota departemen negara, administrator lembaga dua atau lebih, atau sebuah universitas lokal?
b.      Apakah ada tujuan sudah jelas dalam pertemuan, atau menghadirkan seperti seorang pembicara terkenal, kesempatan untuk bersosialisasi, pengaturan yang orang ingin melihatnya?
c.       Siapa yang akan memimpin pertemuan itu? Beberapa orang dari lembaga yang berbeda yang dihormati secara luas di masyarakat dapat memilih untuk memimpin bersama-sama?
d.      Di mana sebaiknya pertemuan diadakan? Sebuah tempat pertemuan netral yang tidak berafiliasi dengan salah satu lembaga pelayanan pengiriman mengurangi kewilayahan dan ketegangan yang menyertainya. Pengaturan harus menyenangkan dan mudah diakses bagi individu penyandang berkebutuhan khusus.
e.       Apa yang harus dimasukkan dalam pertemuan itu? Waktu untuk fokus pada tujuan pertemuan itu juga merupakan waktu untuk bersosialisasi dan mengenal satu sama lain lebih informal harus menjadi bagian dari jadwal.
f.       Apa langkah selanjutnya? Langkah selanjutnya tergantung pada orang yang secara bersama-sama dan komunitas tertentu. Seringkali, hasil yang paling penting dari pertemuan awal adalah persetujuan untuk dilanjutkan. Meninggalkan pertemuan dengan memberikan dukungan secara lisan dari pengambil keputusan utama dalam komunitas pelayanan adalah keberhasilan yang patut dihargai.
Sebagai upaya mengembangkan kolaboratif, menentukan kebutuhan masyarakat menjadi tugas penting.
2.2.3 Menentukan Kebutuhan
Kebutuhan dapat digambarkan dalam dua cara yang berbeda, dengan jumlah anak-anak dan keluarga yang membutuhkan layanan dan jenis layanan yang dibutuhkan. Kedua informasi yang penting dalam mengembangkan perencanaan kolaboratif dan keterlaksanaannya. Proyeksi mengenai tingkat kebutuhan layanan dapat mengembangkan dari kombinasi prevalensi dan kejadian nasional, jumlah anak dan keluarga yang sedang dilayani, dan angka sensus. Di beberapa negara dan masyarakat, perkiraan yang lebih canggih sudah dilakukan oleh beragam kelompok seperti ahli epidemiologi dan ahli pengembang properti dapat digunakan untuk memperkuat perkiraan/ prediksi.
Selain mengetahui jumlah perkiraan anak-anak dan keluarga yang membutuhkan layanan, penting untuk mengetahui layanan apa saja yang diperlukan. Hal ini mencakup berbagai layanan tentang ketersediaan, kecukupan, dan keprihatinan tentang layanan. Serta dapat digunakan untuk membantu masyarakat menemukan duplikasi/ penggandaan, mengidentifikasi kesenjangan, dan mengembangkan prioritas untuk layanan baru.
2.2.4 Perencanaan Usaha Kolaboratif
Tujuan utama dari kolaborasi antar lembaga adalah sistem layanan yang komprehensif, terkoordinasi, yang beroperasi secara manusiawi dan efisien, sehingga mudah bagi keluarga untuk mendapatkan layanan, mengurangi duplikasi dan fragmentasi, dan biaya operasional lebih efektif. Hal ini tidak terjadi dalam sekejap saja; setiap perubahan menimbulkan perlawanan (Fessler, 1976) lambatnya proses dalam menyajikan beberapa kesulitan khusus. Perkembangan yang lambat, memakan waktu banyak, dan menimbulkan frustasi. Namun, banyak orang melihat perlunya upaya kolaborasi yang berorientasi pada aksi dan melihat sesuatu untuk diperbaiki dalam waktu singkat. Untuk mengimbangi kebutuhan ini, banyak komunitas telah mengidentifikasi keprihatinan tunggal, proyek, tujuan, kebutuhan, atau populasi untuk melalakukan kolaborasi pertama yang merupakan cara yang paling efektif untuk memulai kerjasama. Fokus pada usaha, membangun tujuan, dan mengembangkan rencana aksi memberikan pergerakan tanpa terburu-buru pada seluruh proses (Pelosi, nd).
Beberapa komunitas telah memilih kampanye kesadaran masyarakat tentang penyandang berkebutuhan khusus sebagai cara untuk memulai kerjasama, beberapa forum yang direncanakan meliputi administrator lembaga lokal dan para politisi negara; yang lainnya telah mengembangkan bentuk-bentuk layanan transisi pada saat bayi meninggalkan rumah sakit. Meskipun upaya ini mungkin tidak tampak seperti terobosan besar dalam upaya kolaboratif  di setiap komunitas di mana mereka digunakan, mereka tetap efektif. Bekerja bersama selama beberapa bulan atau beberapa tahun dengan tujuan tertentu memungkinkan masyarakat untuk bergerak menuju perencanaan kolaboratif yang jauh lebih komprehensif.
2.2.5 Mengembangkan Kesepakatan Bersama
Pemahaman awal dan perjanjian kerja sama antar lembaga mungkin tidak tertulis. Menghadiri rapat, bekerja pada satuan tugas, atau bahkan mulai mengembangkan kolaboratif atau proyek tertentu mungkin memerlukan seorang pengawas dan sanksi aktivitas. Namun, kegiatan kolaboratif mengambil lebih banyak waktu yang melibatkan pertukaran personil atau sumber daya yang lebih mahal, mungkin memerlukan kesepakatan tertulis. Perjanjian ini akan bervariasi tidak hanya pada konten mereka tetapi juga dalam formalitas mereka. Dalam beberapa kasus sebuah surat pendek dari salah satu administrator lembaga dalam kolaborasi yang lainnya dengan pengembalian sebuah surat pengakuan dan dukungan yang cukup. Dalam situasi lain nota kesepahaman (MOU) dengan perincian yang lebih, yang ditandatangani oleh administrator yang berwenang di masing-masing lembaga (lihat Gambar 10.1 untuk contoh MOU). Dan dalam kasus lain, kontrak yang lengkap disetujui oleh departemen hukum masing-masing instansi di tingkat lokal dan negara mungkin diperlukan.
Terlepas dari formalitas atau informalitas perjanjian, penting untuk semua pihak "terlibat" dan mendukung usaha. Bahkan MOU yang paling kompleks dan kontrak adalah bukti nyata dari kemajuan sistem layanan kolaboratif.

2.3 PIRAMID KOLABORASI
Tidak ada model tunggal bagi pengembangan kolaborasi antar lembaga. Sebaliknya, upaya kolaboratif disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebagai hasil dari individualisasi ini, ada piramid dalam hubungan kolaboratif. Di beberapa komunitas, hubungan akan menjadi hilang. Sebagai contoh, sebuah pekerjaan terdiri dari staf intervensi dini dari sekolah setempat, perawat dari departemen kesehatan masyarakat, pekerja sosial dari pelayanan sosial, manajer kasus dari pusat daerah, dan pendukung dari Association for Retarded Citizens prihatin tentang layanan untuk ibu yang terbelakang dari bayi mungkin mengadakan pertemuan setiap bulan untuk membahas cara-cara di mana masyarakat dapat merespons secara lebih efektif terhadap kebutuhan keluarga. Gambar 10.2 menggambarkan piramid hubungan kolaboratif.
Dalam komunitas lain kerjasama mungkin lebih intensif. Analisis Gans dan Horton (dikutip dalam Nordyke, 1982) dari 30 studi kasus, hibah yang diberikan kepada masyarakat untuk layanan integrasi, menemukan enam jenis kolaborasi.
Pertama, beberapa komunitas telah mengembangkan hubungan keuangan yang melibatkan penganggaran dan pendanaan bersama. Dana dari satu badan dapat digunakan untuk membeli layanan dari yang lain.
Kedua, komunitas lain telah mengembangkan cara untuk berkolaborasi melalui praktek personil yang inovatif. Yaitu, staf dibayar oleh dua atau lebih lembaga, anggota staf individu dari satu instansi ditempatkan di lembaga lain. Dalam contoh lain, kantor cabang dibagikan dua atau lebih staf dari instansi terkait. Seperti lokasi kerjasama yang memfasilitasi interaksi, komunikasi, dan pelayanan.
Model ketiga terlibat dalam perencanaan dan pemrograman bersama. Kebijakan, program, dan evaluasi program dikembangkan dan dilakukan secara bersama. Praktek ini meyakinkan tingkat kontinuitas yang lebih besar dalam sistem dan menghemat uang/ biaya yang akan menghilangkan duplikasi.
Di beberapa komunitas lembaga telah menemukan cara untuk berbagi dukungan layanan pusat seperti pencatatan, pengelolaan dana bantuan, dan pembelian. Hal ini merupakan tipe keempat dari model kolaborasi. Misalnya, ukuran lembaga kecil hingga menengah, pembagian sistem akuntansi dan personil secara bersama untuk staf itu mungkin layak. Atau, penerbitan buletin bersama dapat menghemat waktu dan staf administrasi.
Model kelima adalah sistem pelayanan benar-benar terpadu di mana anggota staf dari masing-masing instansi berpartisipasi dalam penggalian informasi, penilaian, dan tindak lanjut yang terkait dengan program anak dan keluarga. Meskipun lebih efektif untuk di capai, model ini menjanjikan untuk pelayanan yang efektif.
Model akhir dari Gans dan Horton diidentifikasi didasarkan pada hubungan dalam koordinasi kasus. Model ini termasuk konferensi kasus lintas lembaga, koordinasi kasus, dan bekerja sama.
Jenis atau model kolaborasi dalam komunitas dipilih dalam dan dari diri mereka sendiri. Ini adalah efektivitas model dalam masyarakat yang sangat penting. Model apapun mungkin perlu disesuaikan, dan banyak memerlukan revisi dan peningkatan dari waktu ke waktu. Hubungan yang longgar dapat berkembang menjadi upaya kerjasama lebih terpadu, dan beberapa struktur yang lebih formal mungkin menjadi kurang formal sebagai orang dan lembaga-lembaga yang mereka wakili untuk mulai memahami dan mempercayai satu sama lain. Model dan orang-orang yang mengembangkan kebutuhan mereka harus fleksibel dan bersedia untuk berubah sesuai perubahan masyarakat.
2.4 HAMBATAN DAN FAKTOR FASILITASI DALAM KOLABORASI ANTAR LEMBAGA
Banyak penulisan tentang hambatan untuk kolaborasi antar lembaga (misalnya, Haley et al., 1985; Linder, 1983; McLaughlin & Covert, 1984; Wehman, Kregel, & Barcus. 1985). Menurut Pollard, Hall, dan Keeran (1979), masalah yang paling sering ditemukan adalah terdapat daya saing, lebih memprioritaskan kepentingan kecil atau diri sendiri, kurangnya dorongan dalam kepentingan bersama, kurangnya pelatihan dan keterampilan dalam upaya koordinasi, kesulitan dalam berkomunikasi di seluruh disiplin ilmu, kesibukan dengan struktur administratif daripada fungsi badan tersebut, kekhawatiran tentang kerahasiaan klien, penolakan terhadap perubahan, pengetahuan yang tidak memadai, sikap yang tidak kondusif bagi kerjasama, kurangnya kesadaran politik, tuntutan dari sumber luar, kurangnya akuntabilitas, dan kurangnya penelaahan dan evaluasi atas kebijakan dan prosedur yang dapat memfasilitasi atau upaya kolaborasi.
Sekilas hambatan tersebut dapat membuat penghalang bagi diri mereka sendiri, jika itu adalah sesuatu yang sangat sulit untuk melakukan berkolaborasi, lalu di mana kita mulainya? Dalam penelitian selama 3 tahun tentang kejadian yang paling penting dalam proses kolaboratif dengan jumlah besar, masyarakat kota, lima strategi untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan kolaborasi telah ditemukan (Harrison, Lynch, & Rosander, 1985; Lynch & Harrison, 1986). Masing-masing strategi disebutkan di bawah ini dengan beberapa saran tentang bagaimana menerapkan strategi.
Strategi pertama adalah mengembangkan cara-cara baru untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Banyak program dan lembaga yang terjebak dalam birokrasi mereka sendiri. Jadi banyak tuntutan yang ditempatkan pada lembaga tersebut bahwa ada sedikit waktu untuk pendekatan baru yaitu sumbang saran untuk masalah dan kebutuhan dalam masyarakat.
Melakukan penilaian kebutuhan masyarakat untuk menentukan bagaimana masyarakat telah berubah, membantu instansi atau kelompok yang memberi bantuan dana kecil untuk mendanai proyek-proyek baru, dan menggunakan dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi dan universitas terdekat dalam membantu pendekatan program dan menyelesaikan masalah dengan cara baru dan kreatif (Lynch & Harrison, 1986).
Jaringan dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang isu-isu tentang kebutuhan bayi/balita yang berisiko atau berkebutuhan khusus adalah strategi kedua yang tampaknya berperan untuk meningkatkan kolaborasi. Banyak lembaga dan personil sekolah lokal merasa terhambat oleh administrasi dan tuntutan harian. Banyak juga dilaporkan rasa isolasi dari rekan profesional mereka di lembaga lain. Beberapa komunitas telah menemukan cara  bahwa memulai kelompok untuk membaca dan berbagi artikel tentang praktek saat ini, memegang forum untuk membahas suatu masalah, atau hanya berkumpul untuk makan siang menjadi  semangat baru dan meningkatkan kolaborasi. Kadang-kadang, hanya memutuskan untuk menjadi katalisator dalam masyarakat dan membantu orang lain bersama-sama memfasilitasi kolaborasi (Lynch & Harrison, 1986).
Responsif terhadap seseorang dan lembaga di sepanjang proses perubahan adalah strategi ketiga untuk meningkatkan upaya kolaboratif. Banyak perilaku yang orang lihat sebagai perilaku yang responsif adalah perilaku sopan santun yang sederhana. Mengakui keberhasilan masyarakat dengan memberikan ucapan selamat secara tertulis atau hanya menelepon, mengirimkan catatan terima kasih ketika orang melakukan sesuatu yang berguna bagi Anda atau klien Anda, dan mengikuti waktu yang tepat pada setiap komitmen yang telah dibuat meningkatkan kemungkinan bahwa kerjasama akan berlangsung (Lynch & Harrison, 1986).
Mengakui dan menghormati masalah wilayah dan teritorial saat bekerja adalah salah satu strategi lain untuk meningkatkan kolaborasi. Dalam setiap masyarakat ada yang diucapkan atau tidak diucapkan tentang masalah wilayah. Beberapa masalah yang berakar pada kenyataan, beberapa dalam persepsi, dan beberapa di memori. Terlepas dari asal-usul atau keakuratan persepsi, masalah teritorial dapat mengganggu dimasa sekarang dan masa depan. Yakin untuk memasukkan semua pemain kunci dalam kegiatan, menjadi peka terhadap kekuatan dan kontrol kebutuhan, dan menjadi toleran dan fleksibel dapat membantu orang meningkatkan kepercayaan (Lynch & Harrison, 1986).
Selanjutnya, sering memelihara komunikasi yang terbuka adalah strategi yang penting untuk meningkatkan kolaborasi. Usaha antar lembaga cukup memakan waktu, dan sering ada saat-saat frustrasi. Namun, untuk menjaga jalur komunikasi tetap terbuka, menggunakan fasilitator dari luar untuk membantu kelompok datang bersama-sama, dan memungkinkan waktu untuk membantu semua proses perkembangan untuk memastikan keberhasilan upaya kolaboratif.
Meskipun saran ini telah digunakan dengan keberhasilan di banyak komunitas, mereka hanya merupakan sebuah permulaan. Cara sumbang saran masyarakat dapat mengoperasionalkan masing-masing strategi ini dapat menjadi salah satu langkah awal dalam mengembangkan kolaborasi.



BAB III
PENUTUP
Simpulan
Kolaborasi antar lembaga merupakan salah satu keunggulan dari program teladan untuk bayi/balita yang berisiko dan berkebutuhan khusus beserta keluarga mereka. Hal ini dapat membantu memastikan bahwa sistem pelayanan dikoordinasikan dan mudah diakses oleh keluarga, mengurangi duplikasi, fragmentasi, dan kesenjangan dalam layanan; dan menghilangkan pemborosan keuangan. Selain mewakili praktek terbaik, kolaborasi antar lembaga terdapat dalam PL 99-457 dalam program dan layanan untuk anak-anak yang beresiko dan/ atau berkebutuhan khusus di bawah usia 3 tahun dan keluarga mereka. Meskipun banyak hambatan dalam kolaborasi telah dikutip dalam literatur, banyak komunitas telah menemukan strategi yang berhasil untuk bekerja bersama-sama.
Di Indonesia, system kolaborasi layanan bagi bayi/balita yang berisiko dan berkebutuhan khusus juga sudah menjadi sesuatu yang dipandang penting. Namun dalam penerapannya, perlu banyak tambahan pengetahuan yang harus dijadikan pertimbangan. Pentingnya memulai untuk menerapkan konsep kolaborasi harus digalakkan sejak dini. Salah satu strategi yang sangat baik untuk diterapkan di Indonesia adalah pemahan konsep kolaborasi pada lembaga Negara yang berwenang, misalkan dinas pendidikan daerah dan sebagainya. Hal tersebut dapat diasumsikan keberhasilan program dalam jangka waktu yang cepat namun tetap berbasis masalah yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar